Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran

Ki Hadjar Dewantara

Oleh :

Sonia Titipani Abidin, S.Pd.

Calon Guru Penggerak Kabupaten Garut



 A.    Sintesis Antar Materi

Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara meletakkan beberapa konsepsi sebagai dasar pendidikan nasional. Pemikiran-pemikiran beliau menjadi acuan para seniman pendidikan (guru, pemangku kebijakan, orang tua, dsb) untuk menyelenggarakan pendidikan yang mencerminkan “Merdeka Belajar”. Dasar-dasar pendidikan inilah yang harus dijadikan pedoman dalam pendidikan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan kodratnya.

Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”. Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”.

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Petani tidak dapat memaksa agar jagung tumbuh menjadi padi. Begitupun dengan pendidik. Pendidik hanya bisa menuntun dan merawat tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodratnya.

KHD juga mengingatkan bahwa dalam menuntun kodrat anak harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah lingkungan alam tempat peserta didik berada baik itu kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Sedangkan kodrat zaman adalah perubahan dari waktu ke waktu. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.

Dasar pendidikan selanjutnya yaitu Budi Pekerti. Menurut KHD, budi pekerti adalah perpaduan harmonis antara pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat. Hal ini menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan. Budi pekerti merupakan modal dasar kebahagiaan yang berperi-kemanusiaan. Budi pekerti merupakan kunci untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan hidup (harmoni).

Selanjutnya, menurut KHD, Permainan anak itulah pendidikan. Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 241). Dalam hal ini pendidik harus memahami bahwa kodrat anak adalah bermain. Melalui permainan, pendidik dapat menuntuk tumbuh kembangnya kodrat anak dan mengembangkan budi pekerti anak. Bermain dapat diintegrasikan sebagai bagian dalam pembelajaran di sekolah.

Pendidikan haruslah berpihak pada murid. Pendidik harus menghamba pada Sang Anak, lebih mementingkan Sang Anak daripada karirnya sendiri. Segala sesuatu yang pendidik lakukan ikhlas dan berpusat pada anak. Pendidik dengan niat ikhlas dan suci hati, terlepas dari segala ikatan berniat menghamba pada Sang Anak. Ada pepatah mengatakan : “wahai pendidik, gantungkanlah masalah pribadimu di gagang pintu rumahmu ketika kau akan menemui murid-muridmu.”

Sebagai guru, kita harus melaksanakan dasar kerja pendidik seperti yang diungkapkan Ki Hajar, yaitu Ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Dalam pelaksanaanya, pendidik harus berkolaborasi dengan berbagai pihak baik pihak sekolah, keluarga maupun masyarakat (Tri Pusat Pendidikan).

Paparan di atas, merupakan sebagian dari pemikiran KHD tentang pendidikan. Masih banyak pemikiran dari KHD lainnya yang tidak dituliskan disini. Namun, pada intinya itulah dasar-dasar pokok yang harus diinternalisasi oleh setiap pendidik dalam melaksanakan merdeka belajar bagi peserta didik.

Merdeka belajar memberikan kebebasan kepada anak untuk berekpresi, berinovasi, berkarya dan berkolaborasi, tanpa paksaan dan ancaman hukuman. “Ganjaran dan hukuman itu tidak diberikan, untuk menjaga jangan sampai anak biasa bertenaga hanya kalau ada untung (ganjaran) atau hanya karena takut akan mendapat hukuman.” Ki Hadjar Dewantara (Pendidikan, halaman 399 – 400). Anak-anak rusak budi pekertinya, disebabkan selalu hidup dibawah paksaan dan hukuman, Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 13) Peran pendidik menuntun kebebasan anak tersebut untuk mencapai kebahagiaan lahir batin dan keselamatan anak sesuai dengan kodratnya masing-masing. Dalam merdeka belajar, setiap guru adalah murid dan setiap murid adalah guru. Pendidikan dapat diperoleh dimana saja, kapan saja dan dari siapa saja. Sekolah bukan satu-satunya tempat untuk memperoleh pendidikan. Setiap rumah adalah sekolah, setia[ sekolah adalah rumah, bahkan di jalan atau di hutan sekalipun kita dapat belajar sesuai kodrat. Pendidikan tidaklah terbatas “hanya” oleh dinding-dinding kelas yang selama ini kita lihat.

B.    Refleksi Mandiri

Selanjutnya, terkait dengan pemikiran saya setelah memahami dan merefleksikan pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang menjadi point pokok refleksi saya, diantaranya :

1.    Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?

Awalnya saya percaya bahwa siswa adalah kertas kosong yang harus dijejali dengan ilmu pengetahuan. Tugas guru adalah untuk mentransfer pengetahuan. Apa yang guru ketahui diberikan kepada peserta didik sebagai suatu paket ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Pembelajaran adalah proses membuat peserta didik aktif. Awalnya saya percaya campur tangan yang dominan dari guru adalah suatu keharusan. Pembelajaran terpusat pada peran guru sebagai pendidik sangat dominan. Pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar di dalam ruang kelas, karena biasanya pembelajaran di luar kelas dilakukan oleh guru olahraga di sekolah saya. Saya lebih terfokus ke tuntutan kompetensi sesuai kurikulum dan cenderung melaksanakan pembelajaran sesuai apa yang tertulis dalam kurikulum.

2.    Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Pemikiran saya berubah setelah mempelajari filosofi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara. Pemikiran-pemikiran beliau mencerahkan pemahaman yang selama ini saya yakini. Anak bukanlah kertas kosong. Anak ibarat kertas buram yang sudah terisi. Isinya adalah kodrat anak. Tugas kita sebagai guru adalah menuntun dan merawat anak sesuai dengan kodratnya. Pendidikan bukanlah sekedar transfer ilmu pengetahuan, tapi harus dapat membuat anak memahami dunianya dan dapat memanfaatkan pemahaman tersebut untuk kebahagiaan hidupnya. Pembelajaran tidaklah statis, namun dinamis. Perubahan-perubahan disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Dalam hal ini, pembelajaran harus berorientasi kepada peserta didik sesuai dengan kodrat keadaan namun tetap harus memperhatikan ketercapaian kurikulum nasional. Pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik adalah pembelajaran yang menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Guru dengan ikhlas hati menghamba kepada peserta didik. Pembelajaran tidak terbatas di ruang-ruang kelas, terhalang tembok, terkurung dalam suatu ruangan balok. Pembelajaran bisa dilakukan dimanapun sesuai dengan konteksnya. Setiap tempat adalah sekolah. Keluarga, masyarakat, lingkungan alam adalah sekolah. Pendidikan harus mampu memvariasikan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.

3.    Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD? 

Ada beberapa hal yang bisa saya segera saya terapkan, agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, diantaranya :

      1. Melaksanakan pembelajaran dengan metode permainan
      2. Menumbuhkan budi pekerti anak melalui gerakan 5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun), gerakan Embun pagi, sholat dhuha berjamaah, siraman rohani dan mengintegrasikan muatan PPK ke dalam pembelajaran.
      3. Mengajak anak untuk belajar di luar kelas.

        Untuk mengimplementasikan merdeka belajar yang menghasilkan profil “Pelajar Pancasila” sudah seharusnya kita melakukan perubahan-perubahan hebat di kelas kita untuk memberikan tuntunan terbaik kepada peserta didik. Peserta didik diberi kebebasan untuk bereksplorasi, berinovasi dan mengembangkan potensi sesuai dengan kodratnya masing-masing. Tugas kita memberikan tuntunan, arahan, bimbingan agar kemerdekaan mereka tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif yang datang. Belajar bisa dilakukan dimanapun sesuai konteksnya, tidak terbatas di ruang-ruang kelas. Semua tempat adalah sekolah, semua rumah adalah sekolah. Inilah esensi merdeka belajar. Untuk itu, guru harus terus mengembangkan kompetensinya agar bisa beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terus belajar, untuk membelajarkan siswa. Kita harus memahami peserta didik sebagai individu yang unik, khas sesuai kodratnya. Pada akhirnya, semua guru adalah murid, dan semua murid adalah guru.

        Sebelum saya akhiri tulisan saya ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk lebih memahami tentang Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hajar Dewantara melalui beberapa karya teman saya. Kami adalah Calon Guru Penggerak Kabupaten Garut. Kelompok kami terdiri terdiri dari 5 orang yaitu Saya, Pa Soleh, Bu Tety, Bu Ulfa dan Bu Tena dengan Pendamping kami yang luar biasa adalah Bu Ira Shintia. Tak lupa pula dengan fasilitator kami yang hebat, Bu Vita Tresna Dewi. Kami memberi nama kelompok kami "Guru Pembelajar". Berikut adalah karya-karya kami sebagai demonstrasi kontekstual pemahaman kami terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara. Mohon saran dan masukannya. Jangan lupa like, comment, share dan subscribe ya 😁, subsribe itu gratissssss 😄







Terima Kasih Guru-Guru Hebat Nusantara

Merdeka Belajar, Mari Bergerak, Salam Guru Penggerak !!!

 

Garut  27 Oktober 2020

Sonia Titipani Abidin

13 komentar untuk "Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara"