Dilema Etika : Paradigma, Prinsip dan Langkah Pengambilan Keputusan

DILEMA ETIKA

Paradigma, Prinsip dan Langkah Pengambilan Keputusan

1. Definisi Dilema Etika 

Dilema etika adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Menurut Arens dan Loebbecke (1995: 74) yang dimaksud dengan dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Contoh sederhananya adalah jika seseorang menemukan uang, ia harus memutuskan untuk mencari pemilik uang tersebut atau mengambil uang tersebut.

Perbedaan Dilema Etika dengan Bujukan Moral >>>>>>>>>

Menurut Rushworth Kidder (Institute of Global Ethics, 2005), "godaan/bujukan moral mengadu yang benar dengan yang salah sementara dilema etika yang benar mengadu yang benar dengan yang benar".

Dilema Etika : Hal Benar VS Hal Benar

Bujukan Moral : Hal Benar VS Hal Salah


2. Empat Paradigma Dilema Etika dalam Pengambilan Keputusan

Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dalam pengambilan sebuah keputusan yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini :

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

 

Berikut adalah pemaparan dari keempat paradigma tersebut :

1.   Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar.

Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda.

Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.

 

2.   Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?

 

3.   Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.

 

4.   Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.

Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.


3. Tiga Prinsip Dilema Etika dalam Pengambilan Keputusan

Ada 3 Prinsip Dilema Etika dalam Pengambilan Keputusan, yaitu :

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) 

Berikut adalah pembahasan dari ketiga prinsip tersebut :

1.   Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

Dikenal oleh para filsuf sebagai utilitarianisme, prinsip ini paling dikenal oleh pepatah Lakukan apapun yang menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Itu menuntut kita a jenis analisis biaya-manfaat, menentukan siapa yang akan disakiti dan siapa yang membantu dan mengukur intensitas bantuan itu. Ini adalah pokok perdebatan kebijakan publik: Kebanyakan undang-undang, saat ini, memang demikian dibuat dengan tes utilitarian ini dalam pikiran. Inti dari prinsip ini adalah penilaian konsekuensi, perkiraan hasil. Para filsuf biasanya merujuk pada utilitarianisme, pada kenyataannya, sebagai bentuk konsekuensialisme —atau, lebih lagi tepatnya, sebagai prinsip teleologis , dari bahasa Yunani work teleos, yang berarti "akhir" atau "masalah". Mengapa? Karena Anda tidak dapat menentukan "kebaikan terbesar" tanpa berspekulasi tentang kemungkinannya masa depan. Oleh karena itu, label "berbasis-tujuan": Utilitarianisme memeriksa kemungkinan hasil dan memilih salah satunya yang menghasilkan berkah paling banyak dari rentang terbesar.

 

2.   Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Inti dari prinsip ini adalah ikuti saja prinsip yang Anda ingin orang lain ikuti. Dengan kata lain, bertindak sedemikian rupa sehingga Anda tindakan bisa menjadi standar universal yang harus dipatuhi oleh orang lain. Tanyakan pada diri Anda, “Jika semua orang di dunia mengikuti aturan tindakan yang saya ikuti, apakah itu akan menciptakan kebaikan terbesar atau 'nilai karakter' terbesar?” Cara berpikir ini secara langsung bertentangan dengan utilitarianisme. Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan, biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan (wikipedia).

 

3.   Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Dengan mengutamakan cinta untuk orang lain, prinsip ketiga ini yang paling berperan sering kali dalam Aturan Emas (golden rule) : Lakukan kepada orang lain apa yang Anda ingin mereka lakukan kepada Anda. Itu mengambil bagian dari fitur yang dikenal filsuf sebagai reversibilitas: Dengan kata lain, fitur ini meminta Anda untuk menguji tindakan Anda dengan menempatkan diri Anda pada posisi orang lain dan membayangkan bagaimana rasanya jika Anda adalah penerima, daripada pelaku, tindakan Anda.


4. Sembilan Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan

Berikut ini adalah 9 langkah yang dapat dijadikan panduan dalam mengambil dan menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang membingungkan karena adanya beberapa nilai-nilai yang bertentangan.

1)   Mengenali Bahwa Ada Nilai-Nilai yang Saling Bertentangan dalam Situasi Ini

Ada 2 alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengambilan dan pengujian keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika lagi.

2)   Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan apakah ini dilema saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.

3)   Kumpulkan Fakta-Fakta yang Relevan dengan Situasi Ini

Pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang akan datang.

4)   Pengujian Benar atau Salah

1.   Uji Legal

Pertanyaan yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang berhubungan dengan moral.

2.   Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.

3.   Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

4.   Uji Halaman Depan Koran

Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dan sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat? Bila Anda merasa tidak nyaman membayangkan hal itu akan terjadi, kemungkinan besar Anda sedang menghadapi dilema etika.

5.   Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.

 

Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu :

a.    Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam.

b.   Uji halaman depan koran, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.

c.    Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain.

 

Bila situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil risiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral.

 

5)   Pengujian Paradigma Benar Lawan Benar

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini?

1)   Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2)   Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3)   Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4)   Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

 

Apa pentingnya mengidentifikasi paradigma? Ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.

6)   Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

1)   Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2)   Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3)   Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7)   Investigasi Opsi Trilema

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah.

8)   Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

9)   Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.


17 komentar untuk "Dilema Etika : Paradigma, Prinsip dan Langkah Pengambilan Keputusan"

  1. MasyaAllah..mantap saudaraku

    BalasHapus
  2. Hebat! Mantap skali! 👍👍👍

    BalasHapus
  3. Kereeeen... Gerak cepat calon guru penggerak... Lanjut master... Saya selalu terinspirasi dengan karya2nya

    BalasHapus
  4. Kereeeen... Gerak cepat calon guru penggerak... Lanjut master... Saya selalu terinspirasi dengan karya2nya

    BalasHapus
  5. Insya Allah bermanfaat.hatur nuhun

    BalasHapus
  6. LUAR BIASA BAPAK , SANGAT BERMANFAAT MOHON IZIN BANTUANNYA BAPAK AJARIN SAYA CARA MEMBUAT BLOG KEREN KAYAK BAPAK INI NO WA SAYA 082293565600

    BalasHapus
  7. Bagus sekali,sangat bermanfaat....teruslah berkarya...🙋

    BalasHapus
  8. Sangat Bermanfaat terima kasih

    BalasHapus