Koneksi Antar Materi
Pembelajaran Sosial dan Emosional
Memiliki
kecerdasan intelektual tidak cukup menjadikan seseorang akan menjadi sukses,
karena disaat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka kita tidak
dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya
disaat sosial emosional baik maka kita akan dapat mengatur segala macam emosi
(sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.
Maka dengan demikian Kesuksesan tidak hanya di dapatkan dari pendidikan yang
tinggi atau nilai akademik yang tinggi. Namun Kesuksesan bisa di dapat dari
rasa sosial-emosional yang baik sehingga dengan demikian ia akan bermanfaat
bagi orang-orang yang ada disekitarnya.
Dalam mewujudkan
kesuksesan dimaksud, membangun emosi anak sangatlah penting dilakukan. Untuk
itu sebagai guru penggerak peran ini dapat dilakukan melalui penciptaan well---being
pada ekosistem pendidikan di sekolah yang dilakukan secara kolaboratif
antara peserta didik dan guru guna mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/nilai peserta didik. Hal ini berarti pula bahwa guru
sebagai pendidik berkewajiban dalam menciptakan kondisi nyaman, sehat dan
bahagia bagi anak didiknya.
Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab. Hal ini juga di dukung oleh peneliti Daniel Goleman, "kecerdasan intelektual menyumbang 20% kesuksesan hidup manusia, selebihnya sekitar 80% berasal dari kecerdasan emosi dan sosial". Ini membuktikan bahwa seorang yang sukses tidak hanya memiliki kecerdasan pengetahuan, akan tetapi kecerdasan sosia-emosionalnya juga harus baik.
Pembelajaran sosial emosional adalah proses pembelajaran yang dimulai dengan pembentukan kesadaran dan kontrol diri serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini penting diberikan kepada anak didik agar mereka mampu bertahan dan sekaligus dapat mengatasi setiap permasalahan sosial emosional yang dialaminya. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Salah satu latihan diri yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti sejenak), T: Take a deep break (Menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa yang terjadi pada tubuh, pikiran dan perasaan). P: Proceed (Lanjutkan)
Pembelajaran
Sosial Emosional adalah pembelajaran yang memuat keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki
kemampuan memecahkannya. Keterampilan apa saja yang diperlukan ? Ada lima
keterampilan sosial emosional dalam pembelajaran sosial emosional, diantaranya
adalah:
(1) kesadaran
diri- memahami kekuatan dan batasan diri;
(2) pengelolaan
diri-memahami emosi diri dengan baik;
(3) kesadaran
sosial (empati)-bergerak menuju tujuan seseorang dengan penuh harapan;
(4) keterampilan
social (resiliensi)-kapasitas untuk mengambil perspektif orang lain, peduli;
(5) pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab- kemampuan berkomunikasi, mendengarkan, dan
berinteraksi secara efektif. Keterampilan-keterampilan tersebut dapat
dilatihkan kepada peserta didik dengan berbasis kesadaran penuh yakni
memunculkan situasi kesadaran penuh pada apa yang sedang dikerjakan.
Sedangkan ruang
lingkup pembelajaran sosial emosional yang dapat diterapkan dalam ekosistem
pendidikan di sekolah adalah:
1. Kegiatan Rutin
(Diluar waktu belajar akademik, misalnya: kegiatan ekskul, perayaan hari besar,
kegiatan sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam bersama, membaca bersama,
pelatihan dsb);
2. Terintegrasi
dalam mata pelajaran (Diskusi, penugasan kerja kelompok);
3. Protokol
(Menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan
diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk
merespon situasi atau kejadian tertentu.
Dampak dari
keberhasilan dalam penerapan KSE (Kompetensi Sosial Emosional) tersebut tidak
hanya pada kesuksesan diri seseorang dalam akademik yang lebih baik namun juga
memberikan pondasi yang kuat bagi seseorang untuk dapat sukses dalam berbagai
area kehidupan mereka di luar akademik (casel.org). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat dilatih dan
ditumbuhkembangkan di luar pembelajaran, terintegrasi dalam pembelajaran dan
menjadi budaya atau aturan sekolah sehingga dapat menciptakan well-being dalam
ekosistem pendidikan yang sejalan dengan filosofi Kihajar Dewantara. Melalui
latihan kesadaran penuh secara konsisten dapat menumbuhkan kesadaran diri,
penghargaan terhadap perbedaan dan empati, pemahaman diri dan orang lain, serta
kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan dengan karakteristik yang
berbeda-beda.
Keterkaitan antar
materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul 1 dan modul 2.1
juga 2.2 yaitu pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul-modul lain
yang telah dipelajari sebelumnya bahwa dalam menjalankan nilai dan perannya
sebagai guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah memiliki
kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid.
Guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada
untuk membangun budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dikembangkan
hendaknya dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat
yang dimilikinya. Hal ini senada dengan filosofi KHD yakni pendidikan itu harus
berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman).
Jika pembelajaran
sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi
budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdifferensiasi akan lebih mudah
diterapkan karena peserta didik dapat lebih fokus, semangat, bertanggung jawab
terhadap tugas dan pekerjaannya. Hal ini tentunya akan membahagiakan mereka
karena pembelajaran yang disajikan sesuai dengan kebutuhan belajar, minat
dan profil mereka.
Melalui
pembelajaran berdifferensiasi dan pembelajaran sosial emosional juga
diharapkan dapat mewujudkan profil pelajar pancasila. Maka dengan demikian
terwujudlah insan-insan yang cerdas dan berkarakter yang pada akhirnya berujung
dengan melahirkan berbagai kebijaksanaan.
Pembelajaran sosial emosional diimplementasikan dalam rangka mendidik peserta didik untuk menjadi individu yang penuh hormat serta perhatian dengan sikap yang positif terhadap diri, orang lain, dan komunitas. Melalui pembelajaran sosial emosional peserta didik diberi ruang untuk melakukan refleksi diri serta pengembangan diri berkelanjutan sehingga segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dimaksimalkan untuk keberhasilan hidup mereka. Selain itu, mereka akan terlatih menyikapi permasalahan secara lebih positif dan bertanggung jawab.
Posting Komentar untuk "Tugas CGP Modul 2.2.a.9 Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional"