Bukan Matematika! 6 Fakta Mengejutkan dari Hasil Resmi TKA 2025
Pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) nasional tahun 2025 telah usai, dan rasa penasaran publik terhadap hasilnya pun terjawab sudah. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah merilis laporan resmi yang memuat rekapitulasi capaian para siswa di seluruh Indonesia.
Namun, di balik angka-angka rerata nasional, laporan ini tidak hanya mengungkap potret prestasi, tetapi juga membongkar mitos yang selama ini kita pegang—mulai dari mata pelajaran mana yang sebenarnya paling sulit, hingga siapa siswa yang ternyata paling unggul dalam kompetensi global.
Berikut adalah enam temuan paling berdampak dari laporan hasil TKA 2025 yang perlu Anda ketahui.
1. Usaha Curang Sia-sia, Bocoran Soal Terbukti Tidak Mempengaruhi Nilai
Kekhawatiran mengenai beredarnya bocoran soal di internet sempat mewarnai pelaksanaan TKA. Namun, analisis resmi dari Kementerian membuktikan bahwa upaya curang tersebut sia-sia. Hasil analisis tidak menemukan adanya kenaikan skor yang sistematis pada siswa yang mengikuti tes di gelombang kedua.
Sebagai contoh spesifik pada mata pelajaran Biologi, selisih rerata jumlah jawaban benar antara peserta gelombang pertama dan kedua hanya sebesar -0,26 dari total 30 butir soal—angka yang secara statistik tidak signifikan. Selain itu, perbandingan histogram sebaran skor kedua gelombang juga menunjukkan pola yang sangat mirip.
Temuan ini menggarisbawahi integritas desain soal TKA. Dengan butir soal yang dirancang berbeda berdasarkan zona dan sesi ujian, upaya untuk memanfaatkan bocoran soal terbukti tidak efektif dan tidak memberikan keuntungan apapun.
2. Mengejutkan! Bukan Matematika, Justru Bahasa Inggris Jadi Momok Terbesar
Selama ini, Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang paling sulit bagi siswa. Namun, data TKA 2025 menunjukkan fakta yang berbeda. Dari tiga mata pelajaran wajib, Bahasa Inggris justru mencatatkan rerata nilai nasional terendah.
Berikut adalah perbandingan capaian nasional untuk mata pelajaran wajib:
- Bahasa Indonesia Wajib: 55.38
- Matematika Wajib: 36.10
- Bahasa Inggris Wajib: 24.93
Rendahnya skor ini bisa menjadi indikasi adanya kesenjangan antara kurikulum, metode pengajaran, dan paparan bahasa Inggris di luar kelas. Ini menjadi sinyal kuat bahwa penguasaan bahasa global masih menjadi tantangan sistemik, bukan sekadar kesulitan individual siswa.
3. Ironis, Kemampuan Dasar Berbahasa Indonesia Masih Jadi PR Besar
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional, hasil TKA menunjukkan bahwa kemampuan literasi dasar siswa masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Sebagian besar siswa ternyata masuk dalam kategori "Kurang" untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia Wajib.
Berikut sebaran kompetensi nasional untuk Bahasa Indonesia Wajib:
- Kurang: 42%
- Memadai: 31%
- Baik: 19%
- Istimewa: 8%
Untuk memberikan konteks, berikut adalah deskripsi resmi dari kategori "Kurang" yang mencakup hampir separuh peserta tes:
Murid hanya mampu menemukan informasi eksplisit; belum mampu mengidentifikasi makna kosakata (baik kata serapan maupun kata konotatif/kiasan), serta menyusun kerangka atau kronologis informasi/peristiwa penting dalam teks informasi dan teks fiksi.
Fakta bahwa 42% siswa masih berjuang dengan kemampuan pemahaman bacaan yang paling fundamental adalah sebuah temuan yang sangat serius. Ini bukan sekadar masalah nilai bahasa, melainkan fondasi dari kemampuan berpikir kritis. Kesulitan memahami informasi eksplisit dalam bahasa ibu berpotensi menghambat kemampuan siswa untuk belajar dan bernalar di semua mata pelajaran lainnya.
4. Kejutan dari Paket C: Unggul di Bahasa Inggris, Kalahkan Siswa MA dan SMK
Data TKA 2025 juga menghadirkan kejutan dari jalur pendidikan non-formal. Secara umum, siswa SMA memang meraih skor tertinggi di seluruh mata pelajaran wajib. Namun, ada satu pengecualian yang menarik: pada mata pelajaran Bahasa Inggris, capaian siswa Paket C (program kesetaraan) ternyata lebih unggul dibandingkan siswa dari Madrasah Aliyah (MA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Berikut adalah perbandingan rerata nilai Bahasa Inggris berdasarkan jenis satuan pendidikan:
- Rerata Nilai Bahasa Inggris:
- SMA: 26.71
- Paket C: 24.91
- MA: 24.15
- SMK: 22.55
Fenomena ini memicu pertanyaan penting: Apakah siswa Paket C, yang seringkali berusia lebih dewasa atau sudah bekerja, memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi untuk menguasai Bahasa Inggris? Ataukah kurikulum mereka yang fleksibel justru lebih efektif? Temuan ini layak menjadi bahan studi untuk memahami faktor-faktor non-tradisional yang mendorong keberhasilan belajar.
5. Minat Siswa Bergeser? Inilah Mata Pelajaran Pilihan Paling Populer
Pada hari kedua pelaksanaan TKA, siswa diberi kebebasan untuk memilih dua dari 19 mata pelajaran pilihan yang tersedia. Pilihan yang mereka ambil memberikan gambaran menarik tentang tren minat dan aspirasi generasi saat ini. Tiga mata pelajaran pilihan yang paling banyak diambil ternyata condong ke arah keterampilan praktis dan kewarganegaraan.
Berikut adalah 3 mata pelajaran pilihan terpopuler:
- Produk/Projek Kreatif & Kewirausahaan (36.54%)
- PPKN/Pendidikan Pancasila (31.15%)
- Sosiologi (19.96%)
Pilihan ini sangat kontras dengan mata pelajaran yang paling sedikit peminatnya, seperti Bahasa Prancis (0,05%) dan Bahasa Korea (0,10%). Pola ini mengindikasikan pergeseran paradigma dari "pendidikan untuk pengetahuan" ke arah "pendidikan untuk penerapan". Siswa masa kini tampaknya memprioritaskan kompetensi yang secara langsung dapat diaplikasikan dalam kewirausahaan dan kehidupan berbangsa, sebuah sinyal bagi para pembuat kurikulum untuk terus beradaptasi.
6. Di Balik Selembar Nilai: Metode Penilaian TKA yang Lebih Adil dan Canggih
Nilai yang tertera di sertifikat hasil TKA ternyata tidak dihitung hanya berdasarkan jumlah jawaban benar. Kementerian menggunakan metode penilaian modern yang disebut Item Response Theory (IRT) model 2 Parameter Logistik.
Secara sederhana, model ini tidak hanya menghitung jawaban benar, tetapi juga mempertimbangkan tingkat kesulitan dan daya pembeda setiap butir soal. Artinya, dua orang siswa dengan jumlah jawaban benar yang sama bisa mendapatkan skor akhir yang berbeda jika mereka menjawab set soal yang berbeda tingkat kesulitannya. Bayangkan ini seperti sebuah game: mengalahkan bos yang sulit akan memberikan poin pengalaman (XP) yang jauh lebih besar daripada mengalahkan musuh biasa, meskipun keduanya sama-sama "satu kemenangan". Dengan cara inilah TKA menilai kemampuan siswa secara lebih akurat.
Hasilnya adalah sistem penilaian yang jauh lebih presisi dan adil. Metode IRT ini mampu menghasilkan 3.145 variasi skor, jauh lebih banyak dibandingkan dengan 245 variasi skor jika menggunakan metode penilaian klasik. Ini memungkinkan adanya pemetaan kemampuan siswa yang jauh lebih detail dan akurat, terutama untuk membedakan level kompetensi di rentang nilai tengah yang padat.
Kesimpulan
Dari ironi rendahnya literasi Bahasa Indonesia hingga kejutan performa siswa Paket C dalam Bahasa Inggris, hasil TKA 2025 melukiskan gambaran lanskap pendidikan yang penuh kontradiksi dan peluang. Laporan ini membuktikan bahwa untuk memahami kondisi pendidikan secara utuh, kita perlu melihat lebih jauh dari sekadar metrik lulus atau tidak lulus. Data-data ini adalah cermin berharga untuk evaluasi dan perbaikan di masa depan.
Melihat potret capaian yang begitu beragam ini, langkah konkret apa yang selanjutnya perlu kita dorong bersama untuk memastikan setiap siswa di Indonesia mendapatkan kesempatan belajar yang berkualitas?


Posting Komentar untuk "Bukan Matematika! 6 Fakta Mengejutkan dari Hasil Resmi TKA 2025"