KONEKSI
ANTAR MATERI
MODUL
3.1
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal berperan dalam memajukan sumber daya manusia
yang di dalamnya terdapat kegiatan proses belajar mengajar yang teratur dan
terencana. Agar proses belajar mengajar dapat terwujud secara efektif dan
efesien maka harus ada sosok pemimpin yang mengatur dan mengelola proses
tersebut.
Guru
sebagai pemimpin (manajer) adalah motor penggerak bagi muridnya. Seorang guru
sebagai pemimpin pembelajaran perlu melaksanakan langkah-langkah pengambilan
keputusan dalam mengelaborasi metode pembelajaran yang berpihak pada murid.
Keputusan yang diambil guru akan menentukan arah dan tujuan pembelajarannya.
Kegiatan pembelajaran akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam
lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Hal itu yang disebut
dengan “ well being ekosistem “ Pendidikan
Lalu
bagaimana caranya guru dapat menerapkan sistem among dalam pembelajaran? Sistem
among merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena merupakan metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah, dan asuh (care
and dedication based on love ). Sistem among itu sendiri bersendikan pada
dua hal yaitu kodrat alam dan kemerdekaan anak
Pratap
Triloka Ki Hadjar Dewantara pada sistem Among yaitu “
- Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan) : Seorang pemimpin atau guru haruslah memberikan tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Ibarat magnet pemimpin harus mampu menarik partikel-partikel di sekitarnya untuk bisa diajak bersinergi untuk mencapai sebuah visi sekolah.
- Ing madya mangun karsa (di tengah membangun karsa/semangat/kemauan) : seorang pemimpin atau guru harus bisa bekerja sama dengan orang yang dididiknya atau muridnya. Guru mempererat hubungan antara guru dengan murid itu sendiri, namun tidak melanggar etika jalur pendidikan.
- Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan dan dukungan) : Seorang pemimpin atau guru berlaku sebagai motivator untuk mendorong murid mengembangkan setiap potensi yang dimiliki murid.
Keputusan yang diambil oleh seorang guru harus dapat memberikan rasa semangat dan dorongan (Ing madya mangun karsa) kepada peserta didik untuk giat belajar menggunakan segala kemampuannya baik dari segi pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk bisa mengambil keputusan terbaik untuk dirinya dan kebahagaiaannya menurut moral dan nilai-nilai universal. Kemampuan ini merujuk pada kemampuan Metakognitif yaitu berpikir tingkat tinggi yang melibatkan kontrol aktif dalam proses kognitif dan afektif belajar dalam memecahkan suatu masalah.
Sekolah adalah ‘institusi moral’, yang dirancang untuk
mengajarkan norma-norma sosial, dimana para pemimpin di sekolah akan menghadapi
situasi pengambilan keputusan yang banyak mengandung dilema secara etika, dan
berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Keputusan-keputusan
yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga
sekolah. Penting bagi pendidik untuk menyadari bahwa kita adalah teladan bagi murid
untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila; kita juga seyogyanya selalu mengacu
pada kompetensi guru dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
Menyangkut nilai-nilai yang tertanam dalam diri seyogyanya memberikan pengaruh kepada prinsip-prinsip keputusan yang kita pilih . Nilai yang dimaksud tersebut diantaranya nilai cinta, kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, keberanian, percaya diri dan penghargaan akan hidup (nilai religius, nilai moral, nilai sosial, nilai universal). Contoh kasus, bila menghadapi paradigma rasa keadilan melawan rasa kasihan dan menerapkan prinsip pemikiran berbasis rasa peduli, maka nilai cinta, kasih sayang, nilai kemanusiaan dan toleransi sangat diperlukan dalam memberikan pengaruh terhadap keputusan yang kita pilih sehingga pilihan keputusan yang kita ambil benar-benar tepat dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral sesuai dengan nilai yang kita yakini. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang dapat sepenuhnya mengakomodasi seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi, sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas.
Keterampilan coaching membekali seorang guru menjadi
pembelajar dan menjadi coach bagi dirinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi untuk solusi sehingga dapat
mengambil keputusan dengan baik. Melalui kegiatan bimbingan praktek coaching
juga memberikan dampak baik dalam proses pengambilan dan pengujian keputusan
yang diambil. Dalam tahap proses pengambilan keputusan juga memerlukan
pertimbangan dari orang -orang yang ada disekitar kita seperti rekan kerja.
Kita dapat menerapakan praktek coaching dengan teman kerja dalam proses merumuskan sebuah keputusan. Sehingga
keputusan itu lebih efektif, arif dan bijaksana. Dalam proses pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self
awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social
awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Keempat
kompetensi ini merupakan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) yang harus
dilatihkan guru kepada peserta didik. Dengan adanya coaching dan keterampilan
sosial emosional ini diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara berkesadaran penuh (mindfulness), sadar dengan berbagai pilihan dan
konsekuensi yang ada.
Pembahasan suatu kasus dilema etika atau masalah moral
akan kembali kepada nilai-nilai yang dianut oleh seorang guru. Tentunya sangat
penting sekali bagi guru untuk berpikir terbuka, mengamati keadaan dengan
berkesadaran penuh dan bersikap tenang dalam menghadapi masalah dilema etika. Dengan
adanya berbagai contoh kasus, guru diharapkan dapat fokus kepada pengembangan
keterampilan (skill) guru dalam pengambilan keputusan melalui berbagai studi
kasus dengan perspektif yang beragam, untuk memperkaya pengalaman, serta
mengasah empati guru dalam mengambil suatu keputusan. Seperti kata pepatah,
pengalaman adalah guru yang paling baik, ala bisa karena biasa. Tidak ada benar
atau salah pada jawaban atas berbagai kasus yang ada, selama pengambilan
keputusan didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, kepentingan murid,
dan rasa tanggung jawab.
Pengambilan keputusan yang tepat tentunya akan
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Hal ini bisa terjadi jika pengambilan keputusan yang diambil sesuai dengan
paradigma dilema etika, prinsip pengambilan keputusan dan sesuai dengan
langkah-langkah pengambilan keputusan yang menjunjung tinggi visi, budaya dan nilai-nilai
yang dianut. Artikel tentang Paradigma, Prinsip, dan Langkah Pengambilan
Keputusan yang mengandung unsur dilema etika dapat dipahami lebih lanjut di
tautan berikut ini :
DILEMA ETIKA : Paradigma, Prinsip dan 9 Langkah Pengambilan Keputusan
Kesulitan saya alami di lingkungan sekolah saya untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika yaitu perlu
adanya kesamaan atau keselarasan dalam paradigma (sudut pandang) guru dan
kepala sekolah khususnya. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan
visi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi,
sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas. Jika
tidak ada kesamaan paradigma, dikhawatirkan kasus dilema etika akan memicu
konflik yang tidak diharapkan di lingkungan sekolah.
Setiap pengambilan keputusan yang kita ambil
diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan
murid-murid kita. Pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan dampak
positif terhadap pembelajaran dan berpihak pada murid. Secara tidak langsung,
anak akan meniru gurunya dan menjadikannya role model dalam pengambilan
keputusan, baik dalam sikap, perkataan dan perbuatan,nilai-nilai yang dianut
dan sebagainya.
Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil
keputusan diharapkan dapat mempengaruhi
kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Setiap keputusan yang diambil merujuk
pada terciptanya generasi masa depan gemilang dengan jiwa kepemimpinan yang
handal sebagai bekal murid dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terbentuknya
profil Pelajar Pancasila.
Adapun kesimpulan dari paparan di atas yaitu bahwa guru
atau sekolah dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat
mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi suatu kasus dilema etika atau
bujukan moral. Dengan berbekal pengalaman, nilai-nilai yang dianut (rasa
empati, rasa kasihan, rasa keadilan, dan sebagainya) diharapkan guru menjadi
terampil dan bijak dalam mengambil keputusan. Dasar-dasar pemikiran Patrap
Triloka dari Ki Hajar Dewantara ikut mewarnai paradigma guru dalam mengambil
keputusan yang dapat memberikan teladan, semangat dan dorongan akan
keberpihakan kita terhadap peserta didik. Penerapan teknik coaching dan kompetensi
KSE menjadi modal bagi guru untuk mengambil keputusan yang tepat, bijak dan
dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan keputusan yang tepat dapat menciptakan
lingkungan belajar yang aman, nyaman, positif dan kondusif yang berpihak pada
anak. Menciptakan pembelajaran yang berpihak pada anak merupakan peran guru merdeka
sebagai pemimpin pembelajaran.
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Gerak cepat calon guru penggerak... Sukses selalu pak guruuuuu🤗🙏
BalasHapus