4 Aturan Mengejutkan dalam Standar Pengelolaan Sekolah 2025: Siap-siap, Sekolah Sesi Siang Akan Hilang?
Dunia kebijakan pendidikan sering kali terasa jauh dan penuh dengan jargon teknis. Namun, di balik dokumen-dokumen resmi, terkadang tersimpan perubahan fundamental yang akan memengaruhi denyut nadi sekolah sehari-hari. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 26 Tahun 2025, sebuah regulasi baru yang diam-diam merevolusi cara sekolah dikelola.
Peraturan ini bukan sekadar pembaruan administratif. Di dalamnya terkandung aturan-aturan baru yang akan berdampak langsung pada jadwal belajar siswa, ukuran kelas, hingga cara sekolah beroperasi. Peraturan ini bisa dibaca sebagai strategi ganda: di satu sisi, pemerintah menetapkan batasan fisik dan struktural yang tegas (hardware), sementara di sisi lain, memberikan otonomi manajemen yang lebih luas kepada sekolah untuk berinovasi di dalamnya (software).
Artikel ini akan mengupas tuntas empat perubahan paling signifikan dan mengejutkan yang perlu diketahui oleh setiap orang tua, guru, dan pemerhati pendidikan di seluruh Indonesia.
--------------------------------------------------------------------------------
1. Selamat Tinggal Sekolah Sesi Siang: Semua Sekolah Wajib Satu Sesi Belajar
Salah satu aturan paling transformatif terdapat dalam Pasal 17, yang menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan harus melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya dalam
1 (satu) sesi belajar dalam 1 (satu) hari. Ini secara efektif mengakhiri praktik sekolah dengan sistem sif ganda atau sesi pagi-siang yang selama ini menjadi solusi bagi banyak sekolah di daerah padat penduduk.Bagi sekolah yang saat ini masih menerapkan lebih dari satu sesi, pemerintah memberikan masa transisi. Menurut Pasal 26, mereka diberi waktu maksimal 3 tahun untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru ini. Perubahan ini memiliki dampak yang masif. Di satu sisi, ia berpotensi meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan siswa lebih banyak waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler dan istirahat yang cukup. Di sisi lain, ini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran dan mempercepat pembangunan ruang kelas baru, sebuah tugas logistik dan fiskal yang monumental.
--------------------------------------------------------------------------------
2. Tak Ada Lagi "Rombel Gemuk": Batas Maksimal Siswa per Kelas Ditetapkan Secara Tegas
Permendikdasmen 26/2025 juga menetapkan batasan yang sangat jelas mengenai jumlah maksimal siswa per rombongan belajar (rombel) atau kelas. Tujuannya adalah untuk mengakhiri praktik kelas yang terlalu padat atau "gemuk", sehingga interaksi antara guru dan murid bisa lebih efektif.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (2), batas maksimal siswa per kelas adalah sebagai berikut:
• PAUD (usia 4-6 tahun): 15 Murid
• SD/MI: 28 Murid
• SMP/MTs: 32 Murid
• SMA/MA/SMK/MAK: 36 Murid
Meskipun pengecualian dimungkinkan untuk daerah dengan kondisi spesifik (seperti di daerah terpencil dengan pilihan sekolah yang terbatas atau kekurangan guru yang signifikan), peraturan ini menegaskan bahwa sekolah yang mendapat pengecualian tersebut wajib memenuhi standar normal dalam waktu paling lambat 2 tahun. Aturan ini adalah langkah penting yang mengubah konsep 'kelas ideal' dari sekadar anjuran menjadi standar minimum yang wajib dipenuhi. Ini memaksa pemerintah daerah dan sekolah untuk tidak lagi menoleransi kelas 'gemuk' dan secara langsung mengikat alokasi sumber daya dengan jaminan kualitas interaksi belajar-mengajar.
--------------------------------------------------------------------------------
3. Ukuran Sekolah Dibatasi, Tapi SMK Mendapat Pengecualian "Raksasa"
Selain membatasi jumlah siswa per kelas, peraturan ini juga mengatur jumlah maksimal rombongan belajar yang boleh dimiliki oleh sebuah sekolah. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1), batasan total rombel untuk setiap jenjang adalah:
• SD/MI: maksimal 24 rombongan belajar
• SMP/MTs: maksimal 33 rombongan belajar
• SMA/MA: maksimal 36 rombongan belajar
Namun, ada satu pengecualian yang sangat menonjol. Untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK/MAK), batasnya jauh lebih besar, yaitu hingga 72 rombongan belajar. Perbedaan yang signifikan ini seolah menjadi sinyal kuat mengenai prioritas pemerintah. Kebijakan ini memungkinkan pembentukan pusat-pusat kejuruan skala besar yang berfungsi sebagai hub vokasi. Sekolah 'raksasa' ini tidak hanya mampu menampung lebih banyak siswa, tetapi juga menawarkan portofolio program keahlian yang jauh lebih beragam dan terspesialisasi, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh SMK skala kecil yang tersebar.
--------------------------------------------------------------------------------
4. Sekolah Diberi Otonomi Lebih, Kunci Ada di Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di jantung Permendikdasmen 26/2025 terletak sebuah prinsip fundamental: Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M). Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa seluruh standar pengelolaan ini harus dilaksanakan dengan menerapkan MBS/M. Tujuannya, seperti dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1), adalah untuk mendorong peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan dengan memberdayakan sekolah itu sendiri.
Implementasi MBS/M ini diukur melalui lima indikator utama, sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat (2):
• Kemandirian: Memberi kewenangan pada sekolah untuk mengelola dan mengatur dirinya sendiri.
• Kemitraan: Mendorong kolaborasi aktif antara sekolah dengan dunia usaha, industri, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya.
• Partisipasi Masyarakat: Melibatkan komunitas dan orang tua secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
• Keterbukaan: Menuntut transparansi dari sekolah, di mana informasi pengelolaan dapat diakses oleh publik.
• Akuntabilitas: Mewajibkan sekolah untuk dapat mempertanggungjawabkan program dan hasilnya kepada orang tua dan masyarakat.
Ini menandakan sebuah paradoks yang menarik dalam kebijakan ini: di satu sisi pemerintah memberlakukan aturan yang sangat ketat dan seragam (poin 1-3), namun di sisi lain mendorong kemandirian dan inovasi dari bawah. Keberhasilan reformasi ini akan sangat bergantung pada kemampuan sekolah menavigasi otonomi baru mereka di dalam koridor struktural yang telah ditetapkan.
--------------------------------------------------------------------------------
Conclusion: Babak Baru Pengelolaan Sekolah di Indonesia
Keempat aturan ini bukanlah kebijakan yang terpisah, melainkan satu paket reformasi yang saling terkait. Dengan menetapkan batasan yang jelas pada 'hardware' sekolah—sesi belajar, ukuran kelas, dan skala sekolah—pemerintah menciptakan fondasi standar yang seragam. Di atas fondasi inilah, sekolah diberi mandat untuk menginstal 'software' baru berupa otonomi, kemitraan, dan akuntabilitas melalui Manajemen Berbasis Sekolah.
Dengan aturan main yang baru dan fundamental ini, mampukah sekolah-sekolah kita beradaptasi untuk mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas dan berpusat pada murid?
DOWNLOAD Standar Baru Pengelolaan Sekolah Permendikdasmen Nomor 26 Tahun 2025 DISINI
DOWNLOAD Standar Baru Pengelolaan Sekolah Permendikdasmen Nomor 26 Tahun 2025 DISINI

Posting Komentar untuk "Standar Baru Pengelolaan Sekolah Permendikdasmen Nomor 26 Tahun 2025"