Pendahuluan: Menavigasi Era Baru Perpajakan Digital
Administrasi perpajakan Indonesia berada di tengah transformasi digital yang monumental. Integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan peluncuran Core Tax Administration System (Coretax) bukan sekadar pembaruan teknis, melainkan pergeseran fundamental yang menentukan masa depan fiskal negara. Inisiatif ini menjanjikan efisiensi dan transparansi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, transisi berskala nasional ini tak pelak memicu gelombang kebingungan, misinformasi, dan kecemasan di kalangan wajib pajak. Di tengah derasnya arus informasi, memisahkan fakta dari fiksi menjadi krusial.
Artikel ini membedah empat fakta paling signifikan dan sering disalahpahami terkait Coretax dan NIK-NPWP. Dengan analisis yang tajam, kami akan memberikan kejelasan yang Anda butuhkan untuk menavigasi era baru ini dengan pemahaman yang utuh dan percaya diri.
--------------------------------------------------------------------------------
1. Punya NIK Bukan Berarti Anda Otomatis Wajib Bayar Pajak
Salah satu kekhawatiran terbesar yang muncul adalah anggapan bahwa setiap pemilik NIK secara otomatis menjadi wajib pajak. Ini adalah kesalahpahaman fundamental.
Tujuan utama integrasi NIK dan NPWP adalah untuk menciptakan Single Identity Number (SIN). Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah "Satu Data Indonesia" untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien melalui satu nomor identitas tunggal.
Secara tegas, seseorang hanya dianggap sebagai Wajib Pajak jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, yaitu memiliki penghasilan di atas ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sesuai peraturan yang berlaku, batas PTKP saat ini adalah Rp54.000.000 per tahun atau Rp4.500.000 per bulan. Jika penghasilan Anda di bawah angka tersebut, Anda tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak penghasilan. Kebijakan ini menegaskan bahwa integrasi ini berfokus pada penyatuan identitas, bukan pemajakan otomatis.
--------------------------------------------------------------------------------
2. Coretax Error? Tenang, Sistem Lama Masih Menjadi Jaring Pengaman
Peluncuran awal sistem Coretax pada awal 2025 diwarnai oleh tantangan kinerja dan usabilitas yang signifikan. Laporan pengguna yang meluas menunjukkan adanya friksi sistemik dalam alur kerja administrasi utama, mulai dari kendala otorisasi sertifikat elektronik, kegagalan menambahkan peran pihak terkait, hingga dokumen output yang tidak lengkap.
Fakta yang mengejutkan adalah, untuk merespons masalah ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengaktifkan kembali sistem pajak yang lama (legacy system) untuk berjalan secara paralel dengan Coretax. Ini berarti wajib pajak memiliki jaring pengaman. Untuk transaksi tertentu, seperti pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025, wajib pajak dapat menggunakan sistem lama yang lebih stabil sementara DJP terus menyempurnakan Coretax untuk implementasi penuh pada tahun 2026.
Untuk meredam kecemasan publik dan memberikan kejelasan resmi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Dwi Astuti, mengeluarkan pernyataan definitif:
“Dengan demikian kami tegaskan bahwa implementasi Coretax DJP dijalankan secara paralel dengan beberapa fitur sebelum implementasi coretax (legacy). Skenario tersebut antara lain fitur layanan yang selama ini sudah dijalankan secara paralel, yaitu pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025”
--------------------------------------------------------------------------------
3. Gaji ASN Tidak Akan Terhenti Jika Coretax Belum Aktif
Kecemasan spesifik melanda kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PNS dan PPPK. Beredar rumor bahwa gaji mereka dapat ditahan jika gagal mengaktifkan akun Coretax sebelum batas waktu yang ditentukan.
Pemerintah telah menegaskan bahwa rumor ini tidak benar. Mekanisme pembayaran gaji ASN terpisah dari sistem administrasi perpajakan dan tidak akan terpengaruh secara langsung oleh status aktivasi Coretax. Gaji dan tunjangan akan tetap berjalan melalui mekanisme keuangan negara dan daerah seperti biasa.
Konsekuensi sebenarnya jika ASN tidak mengaktifkan akun Coretax hingga batas waktu 31 Desember 2025 adalah ketidakmampuan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2025 (yang dilaporkan pada periode pelaporan di awal tahun 2026). Mulai tahun 2026, seluruh wajib pajak, termasuk ASN, diwajibkan menggunakan Coretax untuk pelaporan SPT. Jadi, masalah utamanya adalah pemenuhan kewajiban lapor pajak, bukan penahanan gaji.
--------------------------------------------------------------------------------
4. Visi Digital yang Canggih Menghadapi Realita di Daerah Terpencil
Di balik isu teknis yang dihadapi pengguna individu, terdapat tantangan implementasi yang lebih luas dalam skala nasional. Keberhasilan Coretax tidak hanya diukur dari kecanggihan teknologinya, tetapi juga dari kemampuannya menjangkau setiap wajib pajak, termasuk di daerah terpencil.
Di wilayah ini, penerapan sistem menghadapi hambatan non-teknis yang signifikan, di antaranya:
- Keterbatasan akses internet yang menjadi prasyarat utama.
- Rendahnya literasi digital dan teknologi di kalangan masyarakat.
- Kurangnya pemahaman mengenai perpajakan itu sendiri, baik hak maupun kewajibannya.
Rendahnya tingkat kepatuhan historis di Kabupaten Sambas, dengan hanya sekitar 30% dari 1.657 UMKM terdaftar yang melaporkan SPT hingga tahun 2023, melukiskan gambaran yang menantang. Namun, data terbaru memberikan secercah harapan atau mungkin sebuah teka-teki baru: hingga 8 Mei 2025, tercatat sebanyak 1.587 pelaporan untuk tahun pajak 2024 telah masuk di kabupaten tersebut. Angka yang menjanjikan ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pelaporan, namun masih belum jelas seberapa besar kontribusi sistem Coretax dibandingkan metode tradisional. Hal ini menyoroti tantangan berkelanjutan dalam mengukur adopsi digital yang sesungguhnya.
--------------------------------------------------------------------------------
Penutup: Teknologi Adalah Alat, Kesiapan Manusia Adalah Kunci
Transisi nasional menuju Coretax dan integrasi NIK-NPWP pada dasarnya bukanlah sebuah proyek teknologi, melainkan sebuah latihan rekayasa ulang sosio-ekonomi yang kompleks. Perjalanan ini melibatkan pelurusan mitos, penyediaan jaring pengaman praktis, dan pengakuan atas tantangan nyata di lapangan, terutama di daerah-daerah yang paling membutuhkan dukungan.
Saat Indonesia mengakselerasi sistem pajak digitalnya, keberhasilan tidak akan ditentukan oleh kecanggihan software, melainkan oleh komitmen kolektif terhadap tiga pilar utama: investasi infrastruktur yang merata, edukasi publik yang masif dan bertarget, serta perumusan kebijakan yang fleksibel dan adaptif. Langkah-langkah inilah yang akan memastikan tidak ada wajib pajak yang tertinggal.

Posting Komentar untuk "Coretax dan NIK-NPWP: 4 Fakta Mengejutkan yang Sering Disalahpahami"