Menggugat 'Belajar di Permukaan', Pakar Australia Tawarkan 'Deep Learning' sebagai Kunci Pendidikan Era AI di Indonesia
Bogor, Maret 2025 – Apakah sistem pendidikan kita hanya mencetak "Google berjalan" yang pandai menghafal tapi gagap saat berhadapan dengan masalah nyata? Pertanyaan provokatif ini menjadi inti dari paparan yang disampaikan oleh Rob Randall, seorang pakar pendidikan dari Australia. Di hadapan para perumus Modul Pembelajaran Mendalam (PM) dan Kecerdasan Artifisial (KKA) dari Direktorat Guru Pendidikan Dasar, Randall menguraikan sebuah konsep transformatif: Deep Learning atau Pembelajaran Mendalam.
Menurutnya, sudah saatnya Indonesia meninggalkan metode usang yang ia sebut sebagai Surface Learning (Pembelajaran di Permukaan).
"Terlalu lama kita terjebak dalam pola di mana siswa hanya menghafal fakta untuk lulus ujian," tegas Randall. "Itu seperti hanya mengapung di permukaan samudra pengetahuan. Deep Learning mengajak kita untuk menyelam lebih dalam."
Menyelam, Bukan Sekadar Mengapung
Rob Randall mengibaratkan dua pendekatan ini secara sederhana:
Pembelajaran di Permukaan (Surface Learning): Siswa mengumpulkan informasi dan fakta secara terpisah, seperti mengoleksi kerang di pantai tanpa tahu dari mana asalnya atau bagaimana ekosistem di baliknya bekerja. Fokusnya adalah 'apa'.
Pembelajaran Mendalam (Deep Learning): Siswa menjadi penjelajah bawah laut. Mereka tidak hanya melihat ikan, tetapi memahami terumbu karang tempatnya hidup, arus yang membawanya, dan bagaimana seluruh ekosistem saling terhubung. Fokusnya adalah 'mengapa' dan 'bagaimana'.
Tujuannya? Melahirkan generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan menjadi pemecah masalah ulung—bukan sekadar penghafal ulung.
Enam Pilar Fondasi Pembelajaran Mendalam
Untuk membangun ekosistem Deep Learning, Randall memaparkan enam pilar fundamental yang harus menjadi fondasi di setiap ruang kelas:
Dari Hafal Rumus ke Paham Konsep: Siswa tidak lagi sekadar menelan mentah-mentah rumus matematika, tetapi membedah logikanya. Dengan begitu, mereka bisa memodifikasi dan menerapkannya untuk memecahkan masalah yang belum pernah mereka temui sebelumnya.
Aplikasi Lintas Disiplin: Pengetahuan tidak lagi terkurung dalam satu mata pelajaran. Konsep statistika dari matematika dipakai untuk menganalisis data sosial, pemahaman biologi digunakan untuk merancang solusi lingkungan, dan seterusnya.
Menjadi Penemu, Bukan Penerima: Ruang kelas diubah menjadi laboratorium. Alih-alih diberi prosedur baku, siswa didorong untuk bereksperimen, bertanya, gagal, dan menemukan solusi mereka sendiri. Kreativitas dan daya kritis diasah di sini.
Kekuatan Kolaborasi dan Proyek Nyata: Lupakan tugas individu yang monoton. Siswa didorong untuk berkolaborasi dalam tim, mengerjakan proyek-proyek relevan—seperti merancang purwarupa energi terbarukan—yang memaksa mereka untuk berbagi ide dan berinovasi bersama.
Teknologi dan AI sebagai Akselerator: Randall menekankan bahwa Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) bukan lagi sekadar pilihan, melainkan katalis utama. "AI dapat menciptakan jalur belajar yang personal untuk setiap siswa, menyesuaikan materi dengan kecepatan dan gaya belajar mereka yang unik," jelasnya.
DNA Pembelajar Seumur Hidup: Tujuan akhir pendidikan bukan ijazah, melainkan menanamkan hasrat dan kemampuan untuk terus belajar. Deep Learning membekali siswa dengan pola pikir adaptif agar siap berevolusi seiring dengan perubahan zaman dan teknologi.
Jalan Terjal Implementasi di Indonesia
Rob Randall mengakui bahwa perjalanan menuju Deep Learning tidaklah mudah. Ia menyoroti empat tantangan utama yang harus ditaklukkan Indonesia:
Transformasi Peran Guru: Guru harus beralih dari penceramah menjadi fasilitator yang memandu eksplorasi siswa. Ini membutuhkan pelatihan intensif.
Rampingkan Kurikulum: Kurikulum yang terlalu gemuk memaksa guru untuk "kejar tayang", mengorbankan kedalaman demi kuantitas. Perlu penyederhanaan agar ada ruang untuk pendalaman materi.
Demokratisasi Teknologi: Akses terhadap perangkat dan internet yang merata adalah syarat mutlak agar sumber belajar digital dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua.
Revolusi Sistem Penilaian: Evaluasi harus bergeser dari sekadar menilai jawaban akhir menjadi menghargai proses berpikir, kreativitas, dan cara siswa memecahkan masalah.
Sebagai penutup, Randall meninggalkan sebuah pesan kuat yang merangkum visi besar di balik konsepnya:
"Jika kita ingin menciptakan generasi yang siap menghadapi masa depan, kita harus memastikan bahwa pembelajaran di sekolah bukan hanya tentang mengingat informasi, tetapi tentang bagaimana memahami, menerapkan, dan berinovasi."
Dengan mengadopsi kerangka kerja ini, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga inovatif, adaptif, dan benar-benar siap menjawab tantangan dunia nyata.
Posting Komentar untuk "Konsep dan Implementasi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Oleh Robert Randall"